Selain itu, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS juga menjadi faktor penting. Karena tembaga diperdagangkan dalam dolar, pelemahan rupiah otomatis meningkatkan harga beli dalam satuan rupiah, yang pada akhirnya dirasakan oleh konsumen lokal.
Baca Juga: Terbaru! Harga Tembaga Per Kilo di Rongsokan
4. Biaya Transportasi dan Distribusi
Distribusi tembaga di Indonesia memerlukan logistik yang kompleks, terutama karena sebagian besar tambang berada di wilayah timur Indonesia seperti Papua. Untuk memindahkan tembaga dari tambang ke pusat industri atau pasar memerlukan biaya transportasi yang besar, belum termasuk risiko dan biaya tambahan lainnya seperti asuransi, keamanan, dan pengolahan awal.
Harga tembaga perkilo menjadi lebih tinggi ketika biaya logistik ikut naik. Apalagi ketika terjadi gangguan transportasi akibat cuaca buruk, kerusakan infrastruktur, atau kebijakan daerah yang menghambat distribusi, lonjakan harga menjadi tidak terhindarkan.
5. Ketergantungan pada Ekspor
Indonesia merupakan salah satu negara pengekspor tembaga dalam jumlah besar, namun justru banyak hasil produksi tembaga yang diekspor dalam bentuk mentah. Hal ini membuat kebutuhan dalam negeri justru harus mengimpor tembaga olahan dari luar negeri. Akibatnya, harga tembaga per kilo menjadi lebih mahal karena sudah melewati proses ekspor-impor dan beban tambahan biaya lainnya.
Kebijakan ekspor yang belum sepenuhnya mendukung pengolahan di dalam negeri ini menjadi ironi tersendiri. Padahal, jika lebih banyak tembaga yang diolah di Indonesia, harga untuk konsumen domestik bisa lebih kompetitif.
6. Minimnya Daur Ulang Tembaga
Salah satu solusi untuk menekan harga tembaga adalah melalui daur ulang atau recycling. Sayangnya, fasilitas daur ulang tembaga di Indonesia masih sangat terbatas dan belum mampu memenuhi kebutuhan pasar. Padahal, tembaga adalah logam yang bisa didaur ulang hampir tanpa kehilangan kualitas.