Berbeda dengan mata uang fiat yang nilainya dapat dipengaruhi oleh kebijakan moneter dan fiscal, nilai intrinsik emas relatif stabil. Hal ini membuat investor institusional dan bank sentral tetap mempertahankan alokasi precious metal dalam portfolio sebagai ultimate backup asset.
Risiko Investasi Logam Mulia
1. Volatilitas Harga
Meskipun dianggap sebagai safe haven asset, harga logam mulia tetap mengalami volatilitas yang signifikan dalam jangka pendek. Faktor spekulasi, perubahan sentiment pasar, dan corporate action dari large institutional players dapat menyebabkan swing harga yang tajam dalam periode singkat.
Investor perlu mempersiapkan mental dan finansial untuk menghadapi drawdown temporer yang mungkin terjadi. Risk tolerance dan investment horizon menjadi pertimbangan penting dalam menentukan besarnya alokasi logam mulia dalam portfolio.
2. Biaya Penyimpanan dan Keamanan
Kepemilikan emas fisik memerlukan pertimbangan keamanan dan biaya penyimpanan yang tidak sedikit. Safe deposit box di bank atau layanan custodian professional memerlukan biaya recurring yang dapat mengurangi net return investasi.
Risiko pencurian, kehilangan, atau kerusakan juga menjadi concern tersendiri bagi pemilik logam mulia fisik. Asuransi comprehensive coverage dapat memberikan proteksi namun menambah biaya kepemilikan yang perlu diperhitungkan dalam investment planning.
3. Opportunity Cost
Investasi logam mulia tidak menghasilkan income atau dividen seperti saham atau obligasi. Opportunity cost dari dana yang dialokasikan ke precious metal perlu dibandingkan dengan potensi return instrumen investasi lainnya yang dapat memberikan passive income.